Minggu, 26 Juni 2016

Can I have Everyone's Attention, Please!

Okay guys, here's the thing...

I'm in LOVE. I'm soooo in love right now...
I'm in LOVE with IL VOLO.
Yes, IL VOLO. An Italian operatic pop grup consisting of three gifted, talented, beautiful Italian men aged 23, soon to be 22, and 21 years old.

If you know me, I tend to talk A LOT about things I like and some people might be annoyed with it. Now since I figured how much I love IL VOLO music and their cute face, of course, I know I won't ever be shut up about them. So, instead of filling my personal accounts (facebook, twitter, instagram, you name it!) with me talking and posting about IL VOLO, which I already did whether you like it or notI decided to set up a special tumblr account for my Il Volo stuff. 

If you like Il Volo, or just curious because I talk too much about them, just go check my tumblr account, ignaziobosco.tumblr.com. Or simply go to YouTube, google or anything, and type Il Volo (I think these are better anyway hahaha). I suggest you to also check out some tumblr accounts I follow, they have some good Il Volo stuff there.

And for my fellow Indonesian, I know this music genre is not so popular here in our country, some of you might never heard about it at all, but it won't stop me from sharing it. So here's some brief introduction to Il Volo from my other blog (written in Indonesian): https://myitaliancorner.wordpress.com/2016/06/24/il-volo/

I found their music by accident and I ended up falling in love with it. This is the kind of music that can get me out of a bad mood and brighten my day. I hope it works the same for you. And if it's not, I hope you find the right music that can do that. Because honestly, I think that music is what keeps our world rounds

And Finally, feel free to ask me anything on tumblr.

Rabu, 04 Mei 2016

Almost is NEVER Enough

Rasanya benar ungkapan yang tertulis diatas,

Bahwa jadi nomor-2 itu tidak akan pernah diingat, lebih lagi diapresiasi. Tidak. Karena sampai kapan pun nomor 2 bukanlah nomor 1.

Penilaian sebatas dari hasil ini seringkali membuat geram. Seolah menghakimi bahwa si nomor 2 tidak lebih berusaha dari si nomor 1. Padahal kenyataannya tidak melulu seperti itu.

Sepintas hati berbisik,
"Tunjukkan saja hasil akhir yang baik, tak peduli itu hasil usahamu atau 'bantuan' orang lain. Sama saja. Yang dilihat hanya hasil, bukan proses."

Seseorang bisa saja mengaku melakukan penilaian berdasarkan proses yang telah dijalani, lau membandingkan si 'nomor 1' dengan si 'nomor 2, 3, 4, dst". Tapi, Hei! Kalian tahu apa tentang usaha yang sudah dilakukan orang lain? Tahu apa tentang pengorbanannya?

Memberi motivasi? Rasanya pernah saya menyaksikan pemberian motivasi yang lebih elegan dari sekedar membandingkan seseorang dengan orang lain.
Haruskah ada unsur penghakiman dalam setiap pemberian motivasi? Jika begitu saya lebih baik tidak mendengar motivasi dari orang lain.

Senin, 02 Mei 2016

Criminal Minds Beyond Borders: What's the difference?


For anyone familiar with police procedural drama, Criminal Minds is not a new thing. The long running series about FBI’s BAU team reached its 11the season this year and for me, personally, making someone to keep watching your series for 11 years is a huge thing. Well done team!!

This past 11 years, other than the original series, the team also produced not only one but two spin-offs. The first one, titled Criminal Minds Suspect Behavior debuted on 2011 and cancelled after 13 episodes because of its low ratings.  After 5 years, they finally release the second spin-off titled Criminal Minds Beyond Borders. Beyond Borders was debuted March 16, 2016 and successfully caught my attention since then.

The new spin-off, starring familiar face Garry Sinise, as Jack Garrett, the head of FBI’s International Response Team unit.  The team travels a lot to help solves cases involving American citizens in foreign country. Other than Garry Sinise, the team also consist of a tech analyst, Russ Montgomery (Tyler James Williams), a former army and special ops agent, Matthew Simmons (Daniel Henney), a linguistic specialist, Clara Seger (Anna de la Garza), and last but not least a medical examiner, Mae Jarvis (Annie Funke).

Beyond Borders brings the different sides of the original series but at the same time keeping the same spirit, the same professionalism. It brings us to different country every week, so we’ll meet different unsub (unknown subject) with different cultural background, making it even more interesting. As they travel a lot of different country, they have a bigger, way bigger jet than the BAU team they could bring two cars and a motorcycle in it. My mouth wide open the first time I saw it. They also collect money from the country they travel and put it on the board inside their jet, cool!!

After several episodes I noticed another thing that makes Beyond Borders different from another procedural drama, even from its original series. While another police procedural series capture the dark side of the character’s personal life, the characters in this series seem to have a better one. Jack Garrett has a wonderful marriage with 6 kids, while Simmons has a beautiful wife and 4 cute little kids. The other, Mae and Monty were still single. The one with a bit darker personal life is Clara. She married once but lost his husband, I don’t know the story yet, but I guess it was because of her job. It traumatized her. Clara left the job once to travel the world before re-unite with the IRT unit in episode 1.

The show is now reaching its 8th episode and on their way to the 9th. And then there’s a question, will it end up like Suspect Behavior? It was started with a solid rating. The acting itself was a bit average for me, to be honest, and they obviously can do more with the storyline. But I’m curious about the character development  because we haven’t seen much of it in the previous 8 episodes. So yeah, I think the show deserve more chance.

Minggu, 24 April 2016

20 Facts about Me

I got this challenge months ago from a friend. Took me a long time to come up with the list because I actually have much more than these 20. But they just asked for 20, so here they are:
1. Second child of three.
2. Was born in Bogor, and lived there until I graduated from High School.
3. Not brave enough to sleep in my own room until high school.
4. Afraid of ghosts.
5. A morning person
6. A sport fan. I watch soccer, tennis, badminton, boxing, baseball, racing, anything! You name it.
7. I’m always honest to others, but most of the times not to myself.
8. Often get emotionally attached to fictional characters. I found it hard to move on when my favorite characters got killed.
9. I have a thing for neurology and biochemistry.
10. Not a big fan of reptiles. They’re just weird and yiekss. I got goosebumps trying to write about it.
11. On a scale of 1 to dead, my lazyness is on the dead level.
12. Can’t tolerate a large amounts of sugar. It gives me headache.
13. I’m specific about what I want, what I like, and what I don’t.
14. Native Indonesian, currently trying to improve my English grammar, still working to enrich my Italian vocabularies.
15. A reader. Sometimes I write, but I keep my writing for myself.
16. I like action, thriller, mystery (the one that doesn’t involve ghosts or mystical creatures of any kind), adventure, and a bit of drama.
17. I can be very very annoying, depends on my mood and the situation.
18. A person with not much of words. But in fact, I talk much when it comes to something I like.
19. I consider myself as a good listener.
20. I’m good at keeping secrets. So good I want to put it in my resume.

Minggu, 10 April 2016

Terlahir Kidal, Salahkah?

“Kok nulisnya pake tangan kiri?”
“Kok bisa sih nulis pake tangan kiri?
“Kidal ya?”
“Nggak sopan tau nulis pake tangan kiri.”

Pernah mendengar ini semua? Pernah mengeluarkan pertanyaan/pernyataan sejenis ke teman kamu? Atau bahkan pertanyaan/pernyataan tersebut ditujukan kepada kamu? Pernah terpikir apa yang dipikirkan orang kidal terhadap statement seperti itu?

Sebagian mungkin menganggap kidal sebagai sebuah anomali, didasarkan atas fakta bahwa hanya ada sekitar 10% orang kidal dari seluruh populasi dunia. Kalau saya pribadi lebih memandangnya sebagai ekspresi keragaman gen yang diperkuat oleh faktor lingkungan. Satu yang saya tidak setuju yaitu, anggapan bahwa kidal adalah sebuah kelainan dalam arti negatif.

Bicara tentang handedness, tak akan lepas dari hubungannya dengan otak. Otak terbagi menjadi dua bagian (hemisfer), yaitu hemisfer kanan dan kiri yang keduanya dihubungkan oleh corpus calosum. Seperti yang kita tahu, otak kanan mengendalikan bagian tubuh sebelah kiri dan sebaliknya. Tentang bagaimana handedness atau hand preference bisa terjadi, para ilmuwan punya pendapat yang beragam, diantaranya; gen, gender, perkembangan janin, faktor lingkungan (mencontoh), kerusakan otak, dan penyesuaian karena terjadi cedera (dikutip dari BetterHealth Channel, Victoria State Government).

Left-handedness, tidak hanya di Indonesia, memang sering dikaitkan dengan hal-hal yang kurang baik; ketidaksopanan, kasar, tabu, kejahatan, dan lain sebagainya. Pernah dengar istilah ‘tangan setan’? yap, itu juga digunakan untuk menggambarkan seseorang yang kidal. Tapi salahkah jika kita terlahir sebagai seorang kidal? atau dalam kasus saya cross-dominance?

Sesungguhnya manusia tidak dapat memilih ia akan terlahir seperti apa. Jadi rasanya kurang bijak untuk menyalahkan seseorang atas ke-kidal-annya. Untuk beberapa urusan dengan orang lain memang sebaiknya mengikuti budaya orang kebanyakan agar tidak terjadi salah paham. Kebanyakan orang kidal yang saya temui pun begitu, tetap bersalaman dengan tangan kanan, transaksi dengan tangan kanan. Mungkin mereka menyadari posisinya sebagai minoritas di negara dengan budaya timur yang kental.

Beberapa pendapat negatif justru datang dari sebagian kecil orang ‘normal’ yang  mengatakan kidal adalah sesuatu yang buruk. Pernah saya iseng mencari pendapat orang tentang kidal dan menemukan sesuatu yang menurut saya mengejutkan. Pendapat ini saya temukan di sebuah forum tanya jawab, disitu dikatakan bahwa “Kidal adalah suatu kelainan karena tidak sesuai dengan keadaan normal manusia. Untuk itu harus berlatih dibiasakan menggunakan tangan kanan.”. Saya lupa kata-kata persisnya bagaimana, tapi kurang lebih seperti itu. Untuk istilah kelainan saya tidak begitu keberatan, karena kenyataannya kidal memang bukanlah suatu yang umum terjadi pada manusia (hanya 10% populasi dunia). Nah untuk kalimat kedua, agaknya saya kurang sependapat. Beberapa jurnal yang pernah saya baca menemukan beberapa kelainan belajar dan stuttering (saya tidak tahu bahasa Indonesia yang tepat) terjadi pada anak-anak karena ‘dipaksa’ untuk jadi normal dengan menggunakan tangan kanannya. Pernah menonton film The King’s Speech? Mungkin itu bisa jadi gambaran.

Saya sendiri bukanlah seorang kidal, tapi bukan pula seorang ‘normal’ menurut pandangan kebanyakan orang. Saya menggunakan tangan kanan untuk makan, berjabat tangan, dan dalam proses transaksi (menerima/memberi), selebih itu saya menggunakan tangan kiri, dengan alasan lebih kuat dan lebih nyaman. Istilahnya saya seorang cross-dominance. Tapi istilah moderately left-handed sepertinya lebih keren, jadi saya prefer ke istilah ini. Kegiatan yang saya lakukan dengan tangan kanan bukannya tidak bisa saya lakukan dengan tangan kiri, bisa saja jika saya mau, namun di tengah masyarakat kita yang menganut budaya timur, rasanya hal tersebut tidaklah tepat untuk dilakukan. Bahkan untuk makan, agama yang saya anut menganjurkan saya untuk melakukannya dengan tangan kanan. Tidak masalah bagi saya, karena memang sudah dibiasakan. Berbagai pertanyaan bahkan pernyataan sinis dari orang lain pernah saya rasakan ketika saya ‘lupa’ untuk menggunakan tangan kiri di tempat yang seharusnya. Bahkan untuk hal sepele seperti menulis saja masih banyak pertanyaan yang cukup membuat panas telinga.

Menurut pendapat saya, tidak ada yang salah dengan terlahir sebagai orang kidal. Dari segi ilmu pengetahuan, tidak ada yang mempermasalahkan fenomena kidal. Yang ada hanya rasa ingin tahu mengapa ke-kidal-an bisa terjadi. Dan dari pengetahuan agama yang saya miliki, tidak ada larangan untuk seseorang menggunakan tangan kirinya untuk beraktivitas, kecuali untuk makan dan minum. Pertimbangan budaya juga menjadi pertimbangan dalam menggunakan tangan kiri. Tidak mungkin kan berjabat tangan jika satu orang menggunakan tangan kanan sedang yang lain menggunakan tangan kiri? Nggak akan ketemu dong?

Referensi:
Bryngelson, Bryng; Clark, Thomas B. (1933). “Left Handedness and Stuttering. The Journal of Heredity (American Genetic Association) 24 (10): 387–390.

Coming Back!

Tak terasa telah lebih dari satu tahun blog ini dibiarkan begitu saja. Tak terurus. Selain karena faktor sibuk mengurus kehidupan kampus (akademis dan non akademis), juga karena saya sudah punya blog baru. Sayangnya, blog yang dibuat tahun 2015 dengan platform yang berbeda itu passwordnya hilang. Alhasil kembalilah saya ke sini, blog lawas dengan konten random.

Setelah dibaca ulang postingannya, blog ini sepertinya masih layak untuk dilanjutkan. Konten akan tetap random, karena jika dibatasi saya yang akan bingung sendiri. Tapi sepertinya tulisan-tulisan baru akan berisi pandangan saya terhadap berbagai hal yang ada di kehidupan sehari-hari. Belakangan ini banyak sekali yang terpikirkan di kepala dan ingin disampaikan. Hanya menunggu waktu yang tepat.