Selasa, 07 Oktober 2014

CHEMISTRY FAIR UI 2014



HMD Kimia UI mempersembahkan
"CHEMISTRY FAIR 2014"
Integrating Green Chemistry for More Sustainable Life

Event ilmiah kimia tingkat nasional departemen kimia UI kembali hadir! Event yang diadakan

TK/SD/Keluarga
Chemistry Fair Kids

SMA/SMK/sederajat 
Chemistry Competition

SMA/SMK/Sederajat dan S1/D3 
Chemistry Innovation Project 
Chemistry Show

Umum
Chemistry Photograph
Seminar Nasional Kimia

Seluruh rangkaian acara akan berlangsung dari tanggal 1 hingga 29 November 2014

Daftarkan dirimu dan dapatkan pengalaman tak terlupakan di Chemistry Fair 2014!

REGISTRASI DIBUKA SAMPAI 24 Oktober !


More Information:
CP : 08561560157 (Satriyo)
Web: chemistryfair.ui.ac.id
Twitter: @chemfair2014
Ask.fm: ask.fm/chemfair2014

Senin, 08 September 2014

Desa Binaan FMIPA UI 2014 Day 2


“We all die. The goal isn't to live forever, the goal is to create something that will.” Chuck Palahniuk

Hari kedua di Kp. Cibuyutan dimulai dengan aktivitas pagi hari seperti biasa. Kamp terbangun dalam suasana gelap. Nampaknya jatah listrik 450 watt per malam telah kami habiskan untuk mengisi daya batrerai handphone kami. Setelah bangun, kami bersiap untuk melaksanakan shalat Subuh. Dinginnya udara pagi sempat membuat kami gentar untuk keluar rumah, terlebih lagi untuk membasahi anggota-anggota tubuh kami dengan air wudhu. Tetapi kewajiban adalah kewajiban dan kamipun memberanikan diri keluar rumah. Suasana di luar masih gelap, lampu jalan disini memang tidak menyala dan nampaknya beberapa rumah pun sudah kehabisan daya listrik seperti rumah yang kami tempati. Sumber cahaya yang ada hanyalah tiga buah senter yang kami bawa masing-masing dan bantuan dari cahaya bulan yang masih lumayan terang pada saat itu. Kami berjalan pelan-pelan menuruni tangga menuju sumber air terdekat. Ya, sebagian besar rumah disini memang tidak dilengkapi dengan kamar mandi dan hanya mengandalkan MCK terdekat. Setelah tiba, kami bergantian membasahi satu per satu anggota tubuh kami dengan air wudhu, dingin pun semakin terasa ketika tubuh kami yang basah terkena terpaan angin pagi hari yang berhembus saat itu. Dingin. Karenanya kami segera ke rumah dan melaksanakan shalat subuh.

Hari ini adalah hari yang spesial, 17 Agustus 2014. Ya, peringatan hari Kemerdekaan Indonesia yang ke-69. Teman-teman tentu ingat apa yang kita lakukan setiap tanggal 17 Agustus. Upacara bendera. Disini pun kami mencoba untuk melakukan hal yang sama. Usut punya usut, ternyata warga disini tidak pernah melaksanakan upacara 17 Agustus. Sedih, itu mungkin yang terasa dalam hati kami semua. Teman-teman panitia Desa Binaan FMIPA UI 2014 pun menyiapkan peralatan sederhana untuk pelaksanaan upacara bendera. Sebagian dari kami membangun tiang bendera dari sebatang bambu, sebagian lain bersiap untuk menjadi petugas upacara bendera, dan yang lainnya sibuk mengajarkan anak-anak Kp. Cibuyutan menyanyikan beberapa lagu nasional. Antusiasme anak-anak membuat kami semakin bersemangat. Sebelumnya kami juga telah memberitahu warga sekitar untuk ikut pelaksanaan upacara bendera ini, berharap mereka juga bisa merasakan semangat kemerdekaan yang biasanya ada dalam setiap upacara.

Sekitar pukul 09.00 WIB, kami melaksanakan gladiresik singkat, memastikan semua berjalan selancar mungkin. Anak-anak telah berkumpul, panitia pun telah siap dan beberapa warga telah juga datang. Kami membentuk sebuah barisan berbentuk L pada saat itu. Beberapa menit kemudian terlihat dari kejauhan warga berdatangan untuk ikut serta melaksanakan upacara bendera. Terharu, itu yang saya rasakan pada saat itu. Upacara pun dilaksanakan dengan hikmat. Tiba saatnya untuk penaikan sang saka Merah Putih. Seluruh warga dan anak-anak dengan sigap mengangkat tangan untuk hormat pada bendera dan bersama-sama kami menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya dengan hikmat. Rangkaian upacara yang lain pun berjalan dengan lancar.




“One of the most deadly causes of destruction of divine destinies is when a leader is failing, but he or she does not know it. Ignorance about your role is a death plot against people's successes.” 
― Israelmore Ayivor

Ada perasaan bangga sekaligus malu dalam diri saya. Bagaimana tidak, dari setiap upacara 17 Agustus yang pernah saya ikuti, upacara nilah yang saya rasakan paling hikmat, paling bermakna, dan paling terasa nasionalismenya. Seringkali kita merasa malas untuk sekedar berdiri dalam barisan upacara. Banyak alasan, mulai dari panas, pegal, tidak ada waktu, dan lainnya. Sedangkan disini, walaupun matahari sangat terik, walaupun para warga punya kegiatan lain, mereka menyempatkan diri untuk mengikuti upacara perayaan Kemerdekaan, upacara yang belum pernah mereka ikuti sebelum hari ini. Ini membuktikan betapa warga Kp. Cibuyutan ini mencintai NKRI, terlepas dari bagaimana keadaan disana yang seolah-olah Indonesia tidak menyadari keberadan mereka. Rasanya benar ungkapan yang ditulis salah satu teman panitia yang saya kutip dari media sosial: "Mereka kenal Indonesia, tapi Indonesia belum tentu kenal mereka."


"One of the deep secrets of life is that all that is really worth the doing is what we do for others." Lewis Carroll


Selepas upacara bendera, kami bersama anak-anak sekolah mengadakan pawai 17 Agustus keliling desa. Dengan mengibarkan bendera Merah Putih kecil yang disediakan panitia, kami dan sahabat-sahabat kecil kami berjalan keliling desa sambil menyanyikan beberapa lagu nasional. Sungguh pengalaman yang menggugah hati dan tak akan terlupakan. Selepas pawai keliling desa, kami berkumpul untuk beristirahat sejenak kemudian pulang untuk makan siang di rumah. Hari itu saya baru sempat makan siang pukul 15.00 WIB karena hari itu ada teman yang jatuh sakit, jadi kami bergantian menjaganya. 

Setelah acara upacara dan pawai keliling kampung, sorenya dilaksanakan acara minat dan bakat yang terdiri dari kelas menggambar dan mewarnai, kelas origami, kelas drama, dan kelas menyanyi. Dibantu kakak-kakak panitia, adik-adik dari Cibuyutan bisa bersenang-senang sekaligus mengembangkan potensi mereka. 

“Love is our true destiny. We do not find the meaning of life by ourselves alone; we find it with another.” - Thomes Merton












Malam itu di rumah hanya ada 5 orang, karena Anis memutuskan untuk tinggal di rumah pak Idris, ikut menjaga salah satu teman kami yang sakit. Sangat sulit rasanya untuk tidur dengan nyenyak malam itu, bahkan untuk mulai tidur saja sulit. Saya berusaha untuk memejamkan mata, membuat diri saya tertidur karena saat itu sudah dinihari, sekitar pukul 1 pagi, tapi pikiran saya tetap pada teman kami yang sakit, kondisinya saat itu sulit ditebak. Saya lihat sekeliling, teman serumah saya semua sudah memejamkan mata. Melawan udara dingin, akhirnya saya pun tertidur karena kelelahan. 

To be continue.....

Desa Binaan FMIPA UI 2014 Day 1


“All life is an experiment. The more experiments you make the better.” - Ralph Waldo Emerson

Semakin banyak hal baru yang kita lakukan, maka semakin banyak pula yang kita pelajari dari pengalaman tersebut. Ini pula yang terasa pasca mengikuti kegiatan Desa Binaan FMIPA UI 2014 yang dilaksanakan di Kp. Cibuyutan, Desa Sukarasa, Kecamatan Tanjungsari, Bogor, Jawa Barat, Agustus ini. Jalan-jalan. Itu yang pertama kali terpikirkan. Entah mengapa, saat itu yang muncul adalah jiwa petualang, ingin mengunjungi tempat baru, ingin mengenal teman baru, dan ingin melakukan hal baru. Akhirnya sampai pada hari keberangkatan, tanggal 16 Agustus 2014. Sekitar pukul 10 keberangkatan dengan mobil dimulai. Memakan waktu kurang lebih 3 jam. Perjalanan selanjutnya dilakukan dengan berjalan kaki. Disitulah keajaiban dimulai.


“I love to think of nature as an unlimited broadcasting station, through which God speaks to us every hour, if we will only tune in.” - George Washington Carver.

Pemandangannya, tampak mengagumkan bagi kami semua. Bukit-bukit dan hamparan sawah, sungai, dan rerumputan. Jarang kami melihat pemandangan sepeti ini di perkotaan, Jakarta dan Depok tepatnya. Langsung terbersit dalam hati pujian terhadap-Nya, betapa indahnya alam ciptaan Allah. Melalui alam Allah bicara tentang kekuasaannya. Sayang, selama ini kita kurang menyadari hal ini.

Perjalanan dengan berjalan kaki ditempuh selama 2 jam, mungkin lebih karena banyak berhenti untuk istirahat. Terik matahari benar-benar hampir membuat kami menyerah, berbagai keluhan mulai terlontar di tengah perjalanan. Tapi betapa bahagianya ketika sebagian anak-anak Kp. Cibuyutan menjemput kami di jalan. Dengan muka yang ceria, mereka berjalan, bergantian menyalami tangan kami. Lelahpun seketika hilang. Terlintas dalam benak, betapa hangatnya sambutan yang diberikan, betapa mereka sangat menghargai tamu yang datang ke Kampung mereka.


“You live and learn. At any rate, you live.” ― Douglas Adams, Mostly Harmless

Tempat pertama yang kami sambangi adalah sekolah, MI Mftahushollah II namanya, cat nya yang merah muda dan biru membuatnya menjadi bangunan yang menarik perhatian saya pertama kali. Sederhana, sangat sederhana. Sekolah ini terdiri dari tiga ruang kelas dan satu ruang guru (didalamnya termasuk juga perpustakaan). Berbeda dengan sekolah yang umumnya kita lihat sehari-hari. Sangat sederhana, tapi juga nyaman dan asri dikeliligi pepohonan di sekitarnya. Kami dibagi menjadi beberapa kelompok yang terdiri atas 6 orang. Saya, Athiyah, Anis, Darin, Kak Ivana dan Rara (dari kimia juga), kami tinggal di rumah Pak Mista.

Setelah selesai urusan pembagian kelompok dan lain-lainnya, kami berangkat ke rumah Pak Mista. Sebenarnya saya belum tahu dimana rumah Pak Mista sebelumnya, tapi kelompok kami diantar Habib yang sebelumnya sudah tahu (juga ada Darin yang sudah tahu). Rumah beliau tersusun atas kayu dan anyaman pagar bambu sebagai temboknya serta anyaman daun (entah daun apa, saya tidak tahu) sebagai atapnya. Berbentuk rumah panggung, rumah itu terlihat sangat mungil. Kami ber-6 duduk di depan rumah karena kebetulan tidak ada orang karena bapak sedang di sekolah mengarahkan teman-teman yang lain, dan ibu.... kami tidak tahu ibu ada dimana. Setelah beberapa menit, kamipun masuk ke dalam. Saat itu keadaannya gelap, karena sudah sore dan listrik belum menyala. Ya, listrik di Kampung Cibuyutan ini memang hanya menyala pada malam hari karena hanya mengandalkan energi yang didapat dari panel surya. Kemandirian ini muncul karena listrik dari PLN belum masuk ke kampung ini.

Malam telah tiba, listrik pun telah menyala dan waktu Shalat Maghrib pun telah tiba. Kami ber-5 (tanpa kak Ivana) pergi ke MCK untuk mengambil wudhu. MCK di kampung ini hanya ada satu, dengan dua kamar mandi dan dua toilet. Terlihat sangat sederhana, cat temboknya pun sudah mulai pudar. Kami pun bergantian mengambil wudhu dan melaksanakan shalat di rumah. Setelah shalat, Pak Mista dan Ibu menyambut kami dengan makan malam yang sederhana, namun rasanya sangat nikmat. Sayangnya saat itu hanya Bapak yang makan bersama kami, ibu tidak ikut karena menurut bapak, ibu sangat pemalu. Kami pun maklum dan melanjutkan makan.

Selepas makan, kami berangkat ke sekolah untuk mandi. MCK sebenarnya letaknya jauh lebih dekat, hanya beberapa meter dari rumah yang kami tinggali. Alasan kami saat itu adalah MCK sedang penuh dan kamar mandi di sekolah lebih terang. Kami berangkat ber-6, dan di perjalanan kami sepakat bahwa kemanapun kami keluar pada malam hari, kami akan keluar bersama, alias ber-6. Setelah mandi kami kembali ke rumah untuk beristirahat. Kami berpikir bagaimana mengatur posisi tidur. Mudah sekali tertidur malam itu, mungkin karena kami sudah lelah mendaki sore harinya. Cerita hari pertama di kampung Cibuyutan pun diakhiri dengan kami yang tertidur lelap.

“I may not have gone where I intended to go, but I think I have ended up where I needed to be.”
― Douglas Adams, The Long Dark Tea-Time of the Soul


to be continue.....

Rabu, 23 Juli 2014

Sedikit Catatan Saya tentang Pemilihan Presiden 2014

Yap, tahun 2014, tahunnya pesta demokrasi 5 tahunan digelar. Rangkaiannya panjang, memang, tapi disini saya hanya mau menyoroti pemilihan presiden dan wakil presiden saja. Mengapa hanya ini? Simpel, karena ini yang sepertinya paling ramai dibicarakan orang, paling banyak jadi perdebatan orang. Mulai dari perdebatan yang penting, yang biasa saja, hingga yang tidak penting.

Dimulai dari pengumuman pasangan capres-cawapres yang akan bersaing di pilpres 2014. Sepertinya sebagian dari kita sudah bisa menebak siapa saja yang akan maju menjadi capres. Karena bukan rahasia lagi kalau kedua pasangan memang gencar diberitakan akan mencalonkan diri. Sempat terjadi kejutan di kursi cawapres, tidak usah disebutkan apa kejutannya saya yakin teman-teman tahu. Selebihnya tidak ada yang menarik hingga masa kampanye.

Masa kampanye ini yang menarik. Banyak sekali diantara kita yang menyatakan dukungan secara terbuka pada salah satu capres, yang mana menurut saya itu sah-sah saja, karen itu merupakan hak masing-masing. Oke, dukungan terbuka sudah dinyatakan. Si A memilih nomor 1, si B memilih nomor 2. Bentuk dukungan yang diberikan pun berbagai macam, mulai dari yang unik sampai yang udik (norak), mulai dari yang bikin kita mengucap 'Subhanallah' sampai yang buat kita tercengang mengucap 'Astagfirullah'. Pilpres kali ini menang penuh warna.

Yang saya perhatikan dari kedua kubu pendukung, sama sama ada sebagian yang mudah tersulut emosi. Mohon dikoreksi jika saya salah. Berbagai berita yang tersebar (atau disebar), terutama di media elektronik termasuk media sosial seperti facebook dan twitter, sering kali di kotak komentarnya terdapat komentar yang tidak baik. Yang saya maksud disini adalah kata-kata yang kurang sopan, makian bahkan sumpah serapah. Sangat tidak pantas menurut saya dikeluarkan oleh orang yang sudah masuk daftar pemilih (17 tahun +) yang harusnya bisa membedakan mana yang pantas ditulis dan tidak, apalagi kita semua sadar bahwa tulisan itu akan dibaca banyak orang, bahkan mungkin juga anak dibawah 17 tahun.

Konten-konten berita yang beredar di media masa selama masa kampanye (bahkan hingga saat ini) menampakkan berita yang saya katakan (sekali lagi mohon dikoreksi jika saya salah) dapat menggiring dan membentuk opini publik. Ya, publik kita memang sudah cerdas. Tapi apa jika setiap hari diberikan berita-berita seperti itu opininya tidak terbentuk juga? Sedikit banyak menurut saya akan berpengaruh. Kemudian tentang pengalaman saya di media sosial khususnya facebook. Banyak sekali berita-berita provokatif yang dibagikan oleh teman facebook saya, mulai dari yang menjelekan si A maupun si B. Muak rasanya melihat berita yang berpotensi menimbulkan permusuhan ini disebar setiap hari. Sampai-sampai saya terpaksa harus memutuskan pertemanan facebook saya dengan beberapa orang karena sudah tidak tahan lagi dengan hal-hal seperti itu. Mau bilang saya sombong, itu hak kalian.

Kalau yang saya perhatikan, kedua kubu pendukung caprws-cawapres seringkali seperti 'mendewakan' pilihan mereka, menganggap pilihannya paling sempurna dan yang parahnya menjelek-jelekan calon lainnya. Bagian menjelekan ini yang rasanya sangat tidak etis. Saling serang di media sosial, membabi buta menyerang salah satu pasangan capres-cawapres dengan meng-absen keburukan-keburukannya. Ya Allah. Kampanye hitam yang tersebar menyerang kedua pasangan seperti tidak ada habisnya. Kedua pasangan diserang dengan berbagai fitnah. Tidak ada yang paling terdzalimi, karena porsi dan konten kampanye hitam yang diarahkan kepada kedua pasangan sama-sama brutal.

Terkadang saya berpikir. Untuk orang-orang yang menyebarkan hal-hal seperti itu, apa tidak terpikir dampaknya? Bagaimana jika itu menyulut permusuhan? Masalahnya bukan lagi jangka pendek, bahaya. Jika sudah terjadi, mungkin oknum-oknum penyebar berita itu akhirnya hanya akan menyalahkan penulis berita, seakan mereka sendiri tidak punya andil atas permusuhan yang terjadi. Sangat disesalkan. Sebaiknya kedua kubu oendukung tetap tenang dan menjaga diri jangan sampai mengeluarkan statement yang memicu permusuhan. Karena sesungguhnya pemilu yang aman itu adalah tanggung jawab kita semua.

Terakhir tentang pengumuman hasil rekapitulasi suara oleh KPU. Kita semua tahu apa yang terjadi, sebagian besar dari kita tahu masalah itu hanya di permukaan saja, luarnya saja, tapi sudah banyak yang berkomentar. Saya bukannya tidak mau ikut berkomentar tentang hasil keputusan KPU semalam, bukan juga apatis tentang nasib bangsa kedepannya. Tapi sudah terlalu banyak orang yang mengeluarkan pendapatnya. Berbagai pendapat dari yang baik sampai yang kurang baik, dari yang bahasanya sopan sampai yang kurang sopan, dari yang mengejek dan diejek, dari yang optimis sampai yang pesimis, semuanya sudah ada. Tidak perlu lagi ditambahkan dengan pendapat saya yang notabene ilmunya masih sangat sedikit tentang masalah ini. Daripada salah, daripada menyesatkan, daripada menimbulkan permusuhan, saya memilih untuk menyimpan pendapat itu sendiri, mungkin mendiskusikan beberapa poin dengan orang tua dan mendapatkan pandangan mereka. Karena saya yakin diskusi dengan mereka tidak akan menimbulkan konflik atau menyinggung pendukung salah satu pasangan capres-cawapres, jadi lebih aman rasanya. Kerahasiaan pilihan saya juga terjamin oleh mereka. Karena rahasia adalah salah satu asas pemilu, jadi saya berusaha untuk menjaga kerahasiaan pilihan.

Buat saya, siapapun pemimpin Indonesia untuk periode 2014-2019, itu tidak masalah. Selama beliau mampu untuk menjalankan tugasnya dan membawa Indonesia ke arah yang lebih baik, menjadi negara dengan rakyat yang makmur dan sejahtera, dan bisa kembali mempersatukan Indonesia.

Selamat untuk Bapak Jokowi dan Jusuf Kalla, semoga bisa mengemban amanat rakyat selama 5 tahun kedepan. Semoga Indonesia bisa jadi negara yang aman dan sejahtera. Kami siap mengawal kinerja bapak. Semoga tidak lupa denga janji-janjinya. Sekali lagi selamat.

Dan terakhir, untuk pendukung kedua pasangan capres-cawapres, kita harusnya lebih dewasa dalam menanggapi isu-isu yang ada. Jangan langsung menghakimi apalagi mengeluarkan sumpah serapah karena pada akhirnya itu hanya akan menimbulkan permusuhan dan menjauhkan kita dari Persatuan.

Salam Damai..