Senin, 23 Maret 2015

Tentangku dan Kalian

Inilah diriku, dengan berbagai kekurangan dan sedikit kelebihan yang kupunya.
Orang tuaku mungkin berpikir bahwa aku anak yang luar biasa.
Teman-temanku mungkin punya pendapat yang lain
Tapi aku? Pendapatku tentang diriku?

Aku mungkin senang bercanda.
Candaanku mungkin juga kadang menyakiti hati kalian
Tapi tahukah teman? tak ada sedikitpun niat untuk itu. Tak ada.

Aku mungkin terkadang menjadi bahan olokan.
Biasa bagiku. Akupun tak keberatan.
Tidak sedikitpun.
Tapi tahukah saat ada kata-kata yang menyakitkan kalian tujukan kepadaku?
Mungkin kalian tak sadar, karena aku hanya tersenyum.
Pikirku, kalian tak ada niat untuk menyakiti, melainkan hanya ingin mencairkan suasana.
Namun saat aku sudah terdiam atas semua lelucon tentangku yang kalian lontarkan,
Saat itulah aku rasa semua telah cukup. Dan aku ingin kalian juga mengerti.

Kalian mungkin kadang melihatku lebih senang duduk sendiri.
Tahukah kalian mengapa?
Itulah saat suasana hatiku sedang tidak baik.
Tak ingin rasanya menyakiti kalian dengan kata-kata yang mungkin keluar dari lisan ini saat aku sedang merasa marah.
Aku sulit memilirkan akibat buruk apa yang akan ditimbulkan lisanku.
Karenanya aku diam, menjauh.

Saat kita sedang berkumpul bersama, aku sadar terkadang aku tak mengerti apa yang kalian bicarakan.
Namun kuusahakan untuk tetap berada disana. Mendengarkan, menanggapi sebisaku.
Kalian tahu mengapa?
Aku ingin kalian merasa didengarkan, merasa ada, dan dihormati saat sedang bicara.
Karena aku tahu betapa sakitnya diabaikan, aku tahu rasanya saat tidak ada orang yang mau mendengarkan ceritamu.
Tak ingin rasanya kalian mengalami rasa sakit yang sama.

Saat aku tertawa, mungkin saat itu aku sedang merasakan kebahagiaan,
dan ingin rasanya membagi kebahagiaan itu pada kalian.
Tapi mungkin juga saat itu aku sedang merasakan kesedihan,
namun tetap tertawa karena tak ingin kalian ikut merasakan kesedihan yang sedang kualami.

Ketahuilah kawan, bahwa diri ini masih banyak kekurangan.
Bahwa diri ini masih membutuhkan kalian dalam upaya memperbaiki diri.
Dan ketahuilah bahwa rasa sayang ini tak akah berhenti walau kita telah berpisah.

Rasa syukurku tak pernah henti kepadaNya yang telah mempertemukan kita.
Yang telah menebarkan rasa sayang dan cinta dalam persahabatan yang telah kita lalui bersama.
Suka, duka, telah kita alami.
Berbagai konflik telah kita lalui.
Namun ketahuilah, itu hanya cerita yang membuat persahabatan kita makin berwarna.
Dan cerita itulah, yang akan kita kenang sampai akhir masa.

Saat ini kita mungkin terpisah, mengejar impian kita masing-masing.
Namun percayalah sahabat, bahwa kita berpisah untuk bertemu kembali.
Bertemu kembali sebagai diri kita yang lebih baik, dibandingkan dengan kita saat bertemu pertama kali.



Sabtu, 21 Maret 2015

Syukur

"Let us be grateful to people who make us happy, they are charming gardeners who make our souls blossom." - Marcel Proust

Tuhan memang punya caranya sendiri dalam memberimu kebahagiaan.
Tuhan tak memberi apa yang kau inginkan, namun Ia pasti memberi apa yang kau butuhkan.
Seringkali mungkin kau merasa bahwa Tuhan tak mendengar do'a mu, mengabaikanmu, acuh padamu.

Namun, hei! lihat sekitarmu!
Tuhan menghadiahkanmu kedua orang tua yang menyayangi dan mengasihimu, rela berkorban, bahkan rela mati untukmu.
Tuhan menganugerahkan kepadamu guru-guru yang tekun membimbingmu hingga kau sampai pada kehidupanmu saat ini.
Tuhan pula yang mengirimkan padamu teman-teman yang membawamu pada kebaikan, membawamu lebih dekat kepada-Nya.

"Then which of the Blessings of your Lord will you deny?"

Sesungguhnya diri ini masih belum pandai bersyukur.
Lisan ini masih sering mengeluarkan keluhan.
Hati ini terkadang masih mudah dibalikan.
Dan pikiran ini sesekali masih juga terbelokkan.

Tuhan, hamba percaya ada rahasia indah dibalik segala cobaan yang kau berikan. Hamba percaya akan Qadha dan Qadar-Mu. Maka bimbinglah hamba untuk tetap berada di jalanmu, dan untuk senantiasa bersukur atas segala nikmat yang Engkau berikan. Aamiin

Rabu, 25 Februari 2015

Untitled

Sunyi....
Sepi....
Sendiri....

Yang bisa ia lakukan hanya memandangi gelapnya malam lewat kaca jendelanya.
Raga terdiam, membisu. Pikiran melayang jauh, menerka. Apa yang ia lakukan disana?
Bahagiakah?
Sedihkah?
atau sama seperti dirinya disini, penuh ketidakpastian?

Mulutnya memang tak punya keberanian untuk sekedar menyapa, menanyakan kabar, atau bahkan tersenyum.
Namun tahukah dia bahwa saat ini dihatinya hanya ia, ia, dan ia?
Salahkah?
Entahlah

Dilema...
Terlalu banyak dilema...
Hingga harus bohong pada diri sendiri

Terlalu lama memandang langit gelap penuh bintang itu, tak sadar ia meneteskan air mata seraya berdoa;
Tuhan, jagalah dirinya
Tenangkanlah hatinya
Kirimkanlah orang-orang yang dapat membuatnya bahagia...