Senin, 08 September 2014

Desa Binaan FMIPA UI 2014 Day 2


“We all die. The goal isn't to live forever, the goal is to create something that will.” Chuck Palahniuk

Hari kedua di Kp. Cibuyutan dimulai dengan aktivitas pagi hari seperti biasa. Kamp terbangun dalam suasana gelap. Nampaknya jatah listrik 450 watt per malam telah kami habiskan untuk mengisi daya batrerai handphone kami. Setelah bangun, kami bersiap untuk melaksanakan shalat Subuh. Dinginnya udara pagi sempat membuat kami gentar untuk keluar rumah, terlebih lagi untuk membasahi anggota-anggota tubuh kami dengan air wudhu. Tetapi kewajiban adalah kewajiban dan kamipun memberanikan diri keluar rumah. Suasana di luar masih gelap, lampu jalan disini memang tidak menyala dan nampaknya beberapa rumah pun sudah kehabisan daya listrik seperti rumah yang kami tempati. Sumber cahaya yang ada hanyalah tiga buah senter yang kami bawa masing-masing dan bantuan dari cahaya bulan yang masih lumayan terang pada saat itu. Kami berjalan pelan-pelan menuruni tangga menuju sumber air terdekat. Ya, sebagian besar rumah disini memang tidak dilengkapi dengan kamar mandi dan hanya mengandalkan MCK terdekat. Setelah tiba, kami bergantian membasahi satu per satu anggota tubuh kami dengan air wudhu, dingin pun semakin terasa ketika tubuh kami yang basah terkena terpaan angin pagi hari yang berhembus saat itu. Dingin. Karenanya kami segera ke rumah dan melaksanakan shalat subuh.

Hari ini adalah hari yang spesial, 17 Agustus 2014. Ya, peringatan hari Kemerdekaan Indonesia yang ke-69. Teman-teman tentu ingat apa yang kita lakukan setiap tanggal 17 Agustus. Upacara bendera. Disini pun kami mencoba untuk melakukan hal yang sama. Usut punya usut, ternyata warga disini tidak pernah melaksanakan upacara 17 Agustus. Sedih, itu mungkin yang terasa dalam hati kami semua. Teman-teman panitia Desa Binaan FMIPA UI 2014 pun menyiapkan peralatan sederhana untuk pelaksanaan upacara bendera. Sebagian dari kami membangun tiang bendera dari sebatang bambu, sebagian lain bersiap untuk menjadi petugas upacara bendera, dan yang lainnya sibuk mengajarkan anak-anak Kp. Cibuyutan menyanyikan beberapa lagu nasional. Antusiasme anak-anak membuat kami semakin bersemangat. Sebelumnya kami juga telah memberitahu warga sekitar untuk ikut pelaksanaan upacara bendera ini, berharap mereka juga bisa merasakan semangat kemerdekaan yang biasanya ada dalam setiap upacara.

Sekitar pukul 09.00 WIB, kami melaksanakan gladiresik singkat, memastikan semua berjalan selancar mungkin. Anak-anak telah berkumpul, panitia pun telah siap dan beberapa warga telah juga datang. Kami membentuk sebuah barisan berbentuk L pada saat itu. Beberapa menit kemudian terlihat dari kejauhan warga berdatangan untuk ikut serta melaksanakan upacara bendera. Terharu, itu yang saya rasakan pada saat itu. Upacara pun dilaksanakan dengan hikmat. Tiba saatnya untuk penaikan sang saka Merah Putih. Seluruh warga dan anak-anak dengan sigap mengangkat tangan untuk hormat pada bendera dan bersama-sama kami menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya dengan hikmat. Rangkaian upacara yang lain pun berjalan dengan lancar.




“One of the most deadly causes of destruction of divine destinies is when a leader is failing, but he or she does not know it. Ignorance about your role is a death plot against people's successes.” 
― Israelmore Ayivor

Ada perasaan bangga sekaligus malu dalam diri saya. Bagaimana tidak, dari setiap upacara 17 Agustus yang pernah saya ikuti, upacara nilah yang saya rasakan paling hikmat, paling bermakna, dan paling terasa nasionalismenya. Seringkali kita merasa malas untuk sekedar berdiri dalam barisan upacara. Banyak alasan, mulai dari panas, pegal, tidak ada waktu, dan lainnya. Sedangkan disini, walaupun matahari sangat terik, walaupun para warga punya kegiatan lain, mereka menyempatkan diri untuk mengikuti upacara perayaan Kemerdekaan, upacara yang belum pernah mereka ikuti sebelum hari ini. Ini membuktikan betapa warga Kp. Cibuyutan ini mencintai NKRI, terlepas dari bagaimana keadaan disana yang seolah-olah Indonesia tidak menyadari keberadan mereka. Rasanya benar ungkapan yang ditulis salah satu teman panitia yang saya kutip dari media sosial: "Mereka kenal Indonesia, tapi Indonesia belum tentu kenal mereka."


"One of the deep secrets of life is that all that is really worth the doing is what we do for others." Lewis Carroll


Selepas upacara bendera, kami bersama anak-anak sekolah mengadakan pawai 17 Agustus keliling desa. Dengan mengibarkan bendera Merah Putih kecil yang disediakan panitia, kami dan sahabat-sahabat kecil kami berjalan keliling desa sambil menyanyikan beberapa lagu nasional. Sungguh pengalaman yang menggugah hati dan tak akan terlupakan. Selepas pawai keliling desa, kami berkumpul untuk beristirahat sejenak kemudian pulang untuk makan siang di rumah. Hari itu saya baru sempat makan siang pukul 15.00 WIB karena hari itu ada teman yang jatuh sakit, jadi kami bergantian menjaganya. 

Setelah acara upacara dan pawai keliling kampung, sorenya dilaksanakan acara minat dan bakat yang terdiri dari kelas menggambar dan mewarnai, kelas origami, kelas drama, dan kelas menyanyi. Dibantu kakak-kakak panitia, adik-adik dari Cibuyutan bisa bersenang-senang sekaligus mengembangkan potensi mereka. 

“Love is our true destiny. We do not find the meaning of life by ourselves alone; we find it with another.” - Thomes Merton












Malam itu di rumah hanya ada 5 orang, karena Anis memutuskan untuk tinggal di rumah pak Idris, ikut menjaga salah satu teman kami yang sakit. Sangat sulit rasanya untuk tidur dengan nyenyak malam itu, bahkan untuk mulai tidur saja sulit. Saya berusaha untuk memejamkan mata, membuat diri saya tertidur karena saat itu sudah dinihari, sekitar pukul 1 pagi, tapi pikiran saya tetap pada teman kami yang sakit, kondisinya saat itu sulit ditebak. Saya lihat sekeliling, teman serumah saya semua sudah memejamkan mata. Melawan udara dingin, akhirnya saya pun tertidur karena kelelahan. 

To be continue.....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar