Senin, 09 Januari 2012

Sepak Bola dan Fisika

Sepak bola, salah satu olahraga yang paling digemari masyarakat di seluruh dunia. Olahraga populer ini sebenarnya adalah permainan Fisika. Ngga percaya?

Coba perhatikan saat bola ditendang. Lintasan bola akan melengkung seperti parabola dan mengapa bukan lurus? Nah, gerakan ini disebabkan karena adanya gravitasi bumi. Tanpa gravitasi bumi gerakan bola akan lurus ke atas. Gravitasi menarik bola ke bawah sehingga kecepatan vertikalnya makin berkurang. Ketika mencapai titik tertinggi kecepatan vertikalnya nol. Lalu gravitasi akan membawa bola bergerak kebawah dipercepat.

Pasti semua pernah dengar istilah "tendangan pisang". Tendangan unik ini identik dengan seorang pesepakbola. Ya, David Beckham. Bagaimana melakukannya?

Tendangan pisang dilakukan seorang pesepak bola dengan menendang bola dibawah pusat beratnya dengan ujung sepatu sehingga bola berputar dan mengakibatkan adanya aliran udara di sekitar bola. Akibat adanya rotasi bola, maka aliran udara pada sisi bola yang bergerak searah dengan arah aliran udara relatif lebih cepat dibandingkan aliran udara pada sisi bola yang bergerak berlawanan arah dengan aliran udara. Menurut Bernoulli semakin cepat udara mengalir, semakin kecil tekanannya. Tekanan yang berbeda mengakibatkan bola berbelok ke bawah. Peristiwa ini disebut efek magnus.


Peneliti dari Inggris, Peter Bearman mengatakan bahwa efek magnus akan mengecil jika kecepatan gerak bola terlalu besar atau rotasinya lebih lambat. Jadi untuk mendapat efek magnus yang besar, seorang harus membuat bola berputar sangat cepat tetapi kecepatannya tidak boleh terlalu cepat. Ketika Beckham menendang bola secara keras dengan sisi sepatunya sehingga bola dapat berotasi cepat sekali, bola melambung dan mulai membelok akibat adanya efek magnus. Gesekan bola dengan udara akan memperlambat gerakan bola (kecepatan bola berkurang). Jika rotasi bola tidak banyak berubah, maka pengurangan kecepatan dapat menyebabkan efek magnus bertambah besar, akibatnya bola melengkung lebih tajam, masuk gawang.

Selasa, 03 Januari 2012

Teori Hibridisasi

Ditulis oleh Budi Utami pada 30-12-2011 

Teori domain elektron dapat digunakan untuk meramalkan bentuk molekul, tetapi teori ini tidak dapat digunakan untuk mengetahui penyebab suatu molekul dapat berbentuk seperti itu. Sebagai contoh, teori domain elektron meramalkan molekul metana (CH4) berbentuk tetrahedron dengan 4 ikatan C-H yang ekuivalen dan fakta eksperimen juga sesuai dengan ramalan tersebut, akan tetapi mengapa molekul CH4

dapat berbentuk tetrahedron? Pada tingkat dasar, atom C (nomor atom = 6) mempunyai konfigurasi elektron sebagai berikut.

Dengan konfigurasi elektron seperti itu, atom C hanya dapat membentuk 2 ikatan kovalen (ingat, hanya elektron tunggal yang dapat dipasangkan untuk membentuk ikatan kovalen). Oleh karena ternyata C membentuk 4 ikatan kovalen, dapat dianggap bahwa 1 elektron dari orbital 2s dipromosikan ke orbital 2p, sehingga C mempunyai 4 elektron tunggal sebagai berikut.

menjadi

Namun demikian, keempat elektron tersebut tidaklah ekuivalen dengan satu pada satu orbital 2s dan tiga pada orbital 2p, sehingga tidak dapat menjelaskan penyebab C pada CH4 dapat membentuk 4 ikatan ekuivalen yang equivalen. Untuk menjelaskan hal ini, maka dikatakan bahwa ketika atom karbon membentuk ikatan kovalen dengan H membentuk CH4, orbital 2s dan ketiga orbital 2p mengalami hibridisasi membentuk 4 orbital yang setingkat. Orbital hibridanya ditandai dengan sp3 untuk menyatakan asalnya, yaitu satu orbital s dan 3 orbital p. 6C: 1s2 2s1 2p3 mengalami hibridisasi menjadi 6C : 1s2 (2sp3)4 Hibridisasi tidak hanya menyangkut tingkat energi, tetapi juga bentuk orbital gambar. Sekarang, C dengan 4 orbital hibrida sp3, dapat membentuk 4 ikatan kovalen yang equivalen. Jadi, hibridisasi adalah peleburan orbital-orbital dari tingkat energi yang berbeda menjadi orbital-orbital yang setingkat.
Bentuk molekul CH4
Jumlah orbital hibrida (hasil hibridisasi) sama dengan jumlah orbital yang terlihat pada hibridasi itu.
Sumber: Chemistry, The Molecular Nature of Matter and Change, Martin S. Silberberg, 2000